Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad
Para ulama berijmak bahwa barang siapa
yang makan atau minum dengan sengaja ketika berpuasa, maka puasanya
batal. Menurut sebagian mazhab, jika orang tersebut melakukannya ketika
berpuasa pada bulan
Ramadhan, maka dia wajib mengganti (mengqadha)
puasanya itu saja setelah selesai bulan Ramadhan. Sebagian mazhab yang
lain berpendapat bahwa selain mengganti puasa hari itu, dia juga wajib
membayar kafarat. Kafarat tersebut adalah berpuasa enam puluh hari
secara berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang miskin jika
dia tidak dapat berpuasa. Namun, seluruh mazhab tersebut sepakat bahwa
orang yang makan atau minum secara sengaja pada siang hari Ramadhan maka
dia berdosa karena telah melanggar kesucian bulan Ramadhan.
Adapun orang yang makan atau minum
karena lupa ketika siang hari bulan Ramadhan, maka menurut Imam Malik
puasanya itu batal. Kemudian pada sisa hari itu dia wajib menahan diri
dari berbagai hal yang membatalkan puasa hingga tiba waktu berbuka.
Selain itu, dia juga wajib mengqadha pada hari yang lain. Sedangkan para
ulama yang lain berpendapat bahwa orang yang makan atau minum karena
lupa maka puasanya tidak batal, sehingga tidak perlu mengqadhanya di
hari yang lain. Inilah pendapat yang lebih kuat menurut kami.
Di antara hal-hal yang juga membatalkan
puasa adalah bersetubuh. Barang siapa yang melakukannya pada siang hari
Ramadhan, maka dia wajib mengqadha puasanya itu dan membayar kafarat.
Ini adalah pendapat semua mazhab. Namun, para ulama berbeda pendapat
mengenai siapakah yang wajib membayar kafarat ini? Sebagian mazhab
berpendapat bahwa masing-masing dari pasangan suami istri tersebut wajib
membayar kafarat. Sebagian yang lain berpendapat hanya suami yang wajib
membayar kafarat, sedangkan istri cukup mengqadha puasanya. Meskipun
demikian, para ulama sepakat bahwa keduanya sama-sama berdosa karena
bersepakat dalam melakukan maksiat.
Hal lain yang membatalkan puasa adalah
muntah dengan sengaja dan masuknya benda ke dalam tubuh, baik padat atau
cair. Berkaitan dengan benda padat yang masuk ke dalam tubuh, menurut
para ulama Malikiyah dan Hanafiyah puasa menjadi batal jika benda padat
itu tetap berada dalam tubuh.
Celak yang dioleskan di mata ketika
berpuasa –jika penggunanya merasakan pengaruh atau rasa celak itu di
tenggorokan—, juga merupakan salah satu hal yang membatalkan puasa
tersebut menurut beberapa mazhab. Namun Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi’i berpendapat bahwa celak mata tidak membatalkan puasa. Hukum ini
mereka sandarkan pada hadits yang menyatakan bahwa Nabi saw. memakai
celak ketika siang hari Ramadhan. Inilah pendapat yang kami pilih.
Hal lain yang membatalkan puasa adalah datang masa haid dan nifas.
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam
No comments